meningkatkan-minat-membaca-antarafoto_ratio-16x9

HARI BUKU NASIONAL 17 MEI SEJARAH HARBUKNAS & ULTAH PERPUSNAS Oleh : Tim Pengelola Website Perpustakaan Unhan RI

Penetapan Harbuknas pada 17 Mei berdasarkan nilai sejarah hari berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Hari Buku Nasional (Harbuknas) diperingati pada 17 Mei setiap tahunnya. Peringatan ini bertujuan untuk mendorong tumbuhnya budaya literasi, terutama minat baca dan menulis di kalangan masyarakat Indonesia. Peringatan Harbuknas dicetuskan pertama kali oleh Menteri Pendidikan Abdul Malik Fadjar pada 2002. Penetapan Harbuknas pada 17 Mei berdasarkan nilai sejarah hari berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 17 Mei 1980.

Perayaan Harbuknas memupuk harapan terhadap meningkatnya minat baca dan tulis masyarakat Indonesia. Bagaimanapun juga, minat baca rakyat Indonesia sangat rendah. Pada Maret 2016, Central Connecticut State University merilis survei minat baca pada tiap-tiap negara di dunia. Hasilnya, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara yang disurvei. Dari data itu, Indonesia termasuk sebagai salah satu negara dengan minat baca terendah di dunia. Tidak hanya itu, UNESCO juga menyatakan bahwa minat baca Indonesia sangat memprihatinkan, presentasenya hanya 0,001%. Artinya, hanya ada 1 dari 1000 orang yang rutin membaca. Lebih miris lagi, Word Bank merilis laporan pada 2018 yang menyatakan bahwa dari penduduk Indonesia yang rutin membaca, lebih dari setengahnya, yaitu 55% mengalami buta huruf fungsional. Buta huruf fungsional bukan berarti tidak melek kata atau tidak bisa membaca, namun “kurang” bisa memahami informasi yang dicerna. Sudah sedikit yang berminat membaca, ternyata yang rutin membaca pun kurang memahami konten bacaan mereka.

Buta Huruf (Fungsional) di Indonesia Sebelum membahas mengenai minat baca, hal pertama yang harus dilakukan adalah menghapus angka buta huruf di Indonesia. Nyatanya, di zaman teknologi serba maju saat ini, masih ada sekitar 1,93% penduduk Indonesia yang buta huruf, berdasarkan laporan BPS 2020. Di masa pandemi Covid-19, angka buta huruf di Indonesia mengalami kenaikan. Terbukti, dari survei BPS 2019, angka buta huruf Indonesia adalah sebanyak 1,78%. Namun, di masa pandemi 2020, ada kenaikan tipis menjadi 1,93%. Artinya, masih ada sekitar 5.237.053 penduduk Indonesia yang buta huruf, tidak bisa membaca aksara. Para penduduk buta huruf itu sebagian besar tersebar di enam provinsi di Indonesia, mencakup Papua (21,9%), Nusa Tenggara Barat (7,46%), Nusa Tenggara Timur (4,24%), Sulawesi Selatan (4,22%), Sulawesi Barat (3,98%), dan Kalimantan Barat (3,82%). Berdasarkan data BPS juga, angka buta huruf di Indonesia, khususnya di wilayah perdesaan dua kali lipat lebih tinggi daripada perkotaan. Selain itu, untuk jenis kelaminnya, jumlah buta aksara perempuan lebih tinggi daripada buta huruf laki-laki. Selain buta aksara, rupanya masyarakat Indonesia juga mengalami buta huruf fungsional. Laporan bertajuk Indonesia Economic Quarterly June 2018: Learning More, Growing Faster (PDF) (Hlm 28) menyebutkan bahwa “menurut tes internasional, lebih dari 55 persen orang Indonesia yang menyelesaikan pendidikan, mereka secara fungsional buta huruf.” Masih dalam laporan yang sama buta huruf fungsional ini didefinisikan sebagai “mereka bisa, misalnya, membaca teks, tapi tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar teks tersebut.” Angka buta huruf fungsional Indonesia ini ditetapkan berdasarkan laporan survei Programme for International Student Assesment (PISA) dan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Sebagai misal, dalam laporan survei PISA 2018, nilai siswa Indonesia masuk ke jajaran terendah untuk pengukuran kemampuan membaca matematika, dan sains. Pada kategori kemampuan membaca, Indonesia menempati peringkat ke-6 dari bawah (74) dengan skor rata-rata 371. Turun dari peringkat 64 pada tahun 2015.

Sejarah Hari Buku Nasional

Dikutip dari bobo.grid.id, Hari Buku Nasional diperingati setiap tanggal 17 Mei. Penentuan tanggal 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional adalah ide dari Menteri Pendidikan, Abdul Malik Fajar pada 2002. Tanggal 17 Mei juga bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun Perpustakaan Nasional atau Perpusnas, dikarenakan pendirian Gedung Perpustakaan Nasional didirikan di Jakarta pada 17 Mei 1980. Hari Buku Nasional diperingati bukan tanpa alasan atau hanya ingin mengikuti Hari Buku Sedunia. Tujuan Abdul Malik Fajar saat itu menetapkan Hari Buku Nasional adalah untuk meningkatkan minat baca. Saat itu, minat baca di Indonesia masih rendah, yaitu rata-ratanya hanya sekitar 18.000 judul buku per tahun. Bila dibandingkan, kita tertinggal sangat jauh dengan Tiongkok. Rata-rata minat baca masyarakat Tiongkok adalah 140.000 judul buku per tahun. Dengan adanya Hari Buku Nasional, diharapkan masyarakat jadi lebi suka membaca. Hari Buku Nasional juga diharapkan bisa meningkatkan penjualan buku. Penjualan buku akan meningkat sejalan dengan permintaan dari masyarakat. Untuk meningkatkan minat baca, masyarakat Indonesia harus sadar tentang betapa pentingnya membaca buku. Dengan membaca buku, masyarakat bisa memiliki wawasan tambahan. Masyarakat bisa meminjam buku ke perpustakaan umum atau bisa juga membelinya di toko buku. Dengan meminjam buku ke perpustakaan umum, masyarakat tidak perlu membeli dan memikirkan tempat untuk penyimpanan buku.

Namun, masyarakat hanya bisa meminjamnya di waktu yang telah ditetapkan oleh perpustakaan. Jika waktu yang telah ditentukan habis, masyarakat harus mengembalikannya kepada perpustakaan. Bila masyarakat lebih memilih untuk membeli buku, maka buku tersebut bisa dibaca kapan pun dan dimana pun.

Namun, ada hal yang perlu diperhatikan agar buku tetap terawat dan tidak rusak saat kita ingin membacanya lagi di waktu mendatang.

Anak-anak membaca buku di Ruang Perpustakaan, RPTRA Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (4/4/2019). Untuk menumbuhkan generasi cerdas dan gemar membaca serta masyarakat sadar literasi, Dinas Perpustakaan dan Arsip DKI Jakarta bekerja sama dengan Jakarta Library menggelar gerakan Baca Jakarta untuk anak-anak usia 7 hingga 12 tahun yang berlangsung hingga 30 April mendatang.

Cara Merawat Buku Berikut ini lima cara merawat buku yang dikutip dari bobo.grid.id:

1. Menyampul Buku

Buku yang baru dibeli diberi sampul plastik yang kedap udara. Kalau bisa sampul plastiknya yang agak tebal agar tidak mudah robek. Periksa buku kamu secara berkala, jika beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian sampul plastik tadi sudah rapuh dan rusak, kamu bisa menggantinya dengan sampul yang baru.

2. Gunakan Pembatas Buku

Ada saatnya kita tidak bisa selesai membaca buku sekalgus dalam sekali baca. Biasanya kita memberi tanda di halaman terakhir yang dibaca dengan cara melipat ujungnya. Oleh karena itu, gunakanlah pembatas buku yang tipis untuk menandai halaman. Jangan menggunakan benda-benda tebal juga seperti pulpen, ponsel, atau benda tebal lainnya karena itu dapat merusak jilid bukunya.

3. Memberi Coretan di Sticky Note

Mencoret buku juga sebaiknya tidak dilakukan. Kalaupun kamu ingin membuat catatan, ataupun menandai kutipan menarik pada bacaan, kamu bisa menulisnya di sticky note dan menempelkannya pada halaman. Gunakan sticky note yang kualitasnya baik, agar tidak merusak halaman buku apabila suatu saat ingin kita lepas.

4. Jangan Membaca Sambil Makan atau Minum

Sebagian orang sering membaca sambil makan dan minum dengan kondisi tangan yang basah dan masih kotor bekas remahan makanan. Hal ini dapat meninggalkan noda dan membuat buku menjadi kotor. Tidak hanya itu, kualitas kertasnya pun bisa rusak, bahkan dapat membuatnya robek.

5. Memberi Kamper di Rak Buku

Jika kita menyimpan dan menyusun buku-buku yang kita punya dalam sebuah rak, jangan lupa ya untuk menaruh kamper atau kapur barus di beberapa sudut rak. Ini berguna untuk menjauhkan buku-buku kita dari serangan rayap atau serangga pengganggu lainnya. Jika rak tersebut kita tempatkan di ruangan yang cukup lembab, kita bisa menaruh bulir penyerap air (silica gel) atau serap air (water absorber) untuk mengurangi kelembapan yang dapat merusak buku dan menimbulkan aroma yang tidak sedap atau apak.

Tahukah Kamu, 17 Mei Hari Buku Nasional, Begini Sejarahnya

Tepat 17 Mei 2002, pertama kalinya diperingati Hari Buku Nasional (Harbuknas). Sementara Hari Buku Sedunia diperingati setiap 23 April.

Lalu, bagaimana sejarah di balik peringatan Hari Buku Nasional?

Hari Buku Nasional merupakan perayaan untuk memperingati pentingnya budaya membaca. Peringatan Hari Buku Nasional dimulai sejak 2002. Menteri Pendidikan kala itu, Abdul Malik Fadjar, adalah orang yang pertama kali mencetuskan hari peringatan tersebut.

Tanggal 17 Mei dipilih dengan dasar yang jelas. Penetapan Harbuknas kala itu didasarkan dengan momentum hari berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 17 Mei 1980.

Kala itu Abdul Malik Fadjar mengatakan, Indonesia masih terjebak pada tradisi lisan dan sedikit membaca. Ide peringatan Hari Buku digagas masyarakat perbukuan.

Tujuan peringatan Hari Buku Nasional untuk memacu minat baca masyarakat Indonesia sekaligus menaikkan penjualan buku. “Kami ingin agar peringatan Hari Buku seperti Valentine’s Day, di mana pada hari itu setiap orang memberi sebuah buku kepada orang lain,” kata Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arselan Harahap saat itu.

Malik Fadjar menyadari, membuat masyarakat gemar membaca tak mudah dilakukan. Apalagi, pada generasi muda yang sudah telanjur didominasi alat digital.

Padahal, menurut Malik Fadjar, membaca dapat membuat kita mengetahui perkembangan terbaru, hingga meramalkan masa depan. Di masa lalu, tokoh-tokoh pemimpin Indonesia dikenal merupakan sosok yang suka membaca. Salah satunya Bung Hatta yang dikenal dengan kalimatnya, “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.”

Sumber : Kalderanews