budaya-baca-orang-jepang

Budaya Membaca di Kalangan Orang Jepang

Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dan sebagainya disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb).

Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institut penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern.

Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan. Tak heran pemerintah Jepang juga mengambil kebijakan tersendiri guna meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Jepang dengan menciptakan kebijakan publik khusus untuk memotivasi masyarakat Jepang kembali ke sekolah (Kikosushijo) pada tahun 1962.

Keberanian untuk membuat prioritas kebijakan publik pada sektor pendidikan adalah suatu syarat mutlak atau tidak bisa tidak (conditio sine qua non).

Kebijakan ini mendorong pemerintah Jepang dari pusat sampai ke daerah-daerah untuk antara lain menyediakan secara gratis buku-buku bacaan, membeli lahan untuk pembangunan sekolah dengan sistem pendidikan bermutu, tak ketinggalan mengirim guru-guru untuk bersekolah di luar negeri pada berbagai universitas ternama.

Akhirnya Sejarah pun mencatat bahwa keunggulan manusia Jepang, yang ditandai lejitan ke peringkat-peringkat atas persaingan global, dicapai melalui kerja keras. Visi Jepang cerah juga melalui pelembagaan budaya baca.

Budaya ini dibangun lewat kebijakan penyadaran pentingnya membaca. Ia sengaja direncanakan, ditanamkan, ditumbuhkan dan dikembangkan secara serius dan berlanjut. Kesadaran membaca dituntun melalui disiplin tingkat tinggi.

Budaya baca memang menggelora ke seluruh lini kehidupan bermasyarakat Jepang. Ia diterima dan dipertahankan karena meyakinkan secara logis sebagai obor penerang masa depan. Benar-benar mengagumkan bukan?.

Berdasarkan pengamatan Romi Satria Wahono, kini, membaca dan selalu membaca telah menjadi pemandangan umum.

Budaya baca ini terlihat tidak hanya pada jam-jam belajar. Bukan saja ketika berada di sekolah-sekolah atau kampus-kampus. Ia merupakan kebudayaan yang hidup dan menghidupkan ketika sedang berada di bus, kereta api, taman-taman kota, tempat-tempat rekreasi, tidak terkecuali sambil menunggu pesanan makanan di kafe atau restoran.

Toko Buku Ala Jepang

Bila kita ke toko buku, terlihat pada pinggir-pinggir tembok sengaja disediakan meja dan kursi bagi pembaca, demikian ungkap Romi Satria Wahono . Bahkan sering terlihat banyak orang lanjut usia sedang asyik membaca, tak mau kalah, pantang mundur berpandu kaca pembesar huruf.

Hebat pula bahwa pelayan toko buku sama sekali tidak terlihat melarang, kalau ada siswa atau mahasiswa yang sengaja mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah di sana. Tentu saja ada aturannya, membaca dengan tenang dan menjaga kebersihan serta keutuhan bahan bacaan.

Menurut data dari bunkanews (situs khusus tentang media massa berbahasa Jepang), jumlah toko buku di Jepang adalah sama dengan jumlah toko buku di Amerika Serikat.

Amerika Serikat adalah dua puluh enam kali lebih luas dan berpenduduk dua kali lebih banyak daripada Jepang. Karena itu, data ini menunjukkan bahwa toko buku sangat banyak di Jepang, mudah dijangkau, dan berada sangat dekat dengan masyarakat Jepang.

Sebuah kelebihan yang membuat bahagia para konsumen buku dan penerbit tentunya. Juga menunjukkan tingginya apresiasi masyarakat terhadap budaya membaca.

Toko buku yang ada tak melulu toko buku baru. Masih menurut bunkanews, toko buku bekas atau toko buku tua menempati presentase sepertiga jumlah toko buku. Artinya, jumlah toko buku bekas adalah separuh jumlah toko buku baru.

Keberadaan toko buku bekas ini sangat menolong konsumen buku, karena mereka bisa mendapatkan buku yang mereka inginkan dengan harga yang jauh lebih murah dan terjangkau. Bahkan terkadang, kita bisa mendapatkan buku-buku tua yang sangat bernilai namun sudah tak lagi diterbitkan.

Toko-toko buku ini berani untuk buka sampai larut malam, lebih malam dari departemen store maupun supermarket.

Mengapa demikian?

Karena kaki para konsumen buku terus mengalir sampai malam. Banyak di antara mereka yang datang hanya untuk sekedar “tachi yomi” (artinya membaca sambil berdiri di toko buku tanpa membeli) melepas kebosanan di malam hari.

Tachiyomi sekilas tampaknya hanya merusak pemandangan toko. Namun ternyata oplag penjualan berbanding lurus dengan jumlah orang yang tachiyomi. Artinya, ada kencenderungan sehabis tachiyomi orang tergerak untuk membeli bacaan lainnya.

Kecenderungan orang Jepang pada aktivitas membaca dimanfaatkan oleh para penerbit sebagai ajang promosi buku-buku mereka di televisi.

Di salah satu televisi swasta ada acara yang disebut acara “toko buku Sekiguchi”.

Dalam acara ini para artis atau pelawak mempresentasikan referensi suatu buku, sedangkan artis lain yang hadir diminta untuk membeli berdasarkan kesan mereka terhadap presentasi tersebut dari kocek mereka sendiri. Acara ini sangat membantu bagi penggemar buku yang sibuk dan tak sempat berlama-lama di toko buku.

Penonton bisa melihat referensi yang divisualisasikan dalam layar TV dan memesan lewat internet atau telpon jika tertarik untuk membeli. Mirip sebuah “televisi shopping”, namun yang dipromosikan adalah buku.

Ketika kita masuk ke sebuah toko buku, biasanya ada beberapa hal khas yang kita jumpai.

Pertama, biasanya buku-buku bacaan di Jepang, seperti novel, kumpulan essai, ataupun ilmiah populer didesain dalam ukuran kecil, ringan, dan mudah dibawa kemana-mana. Sehingga kita tidak enggan membawa buku tersebut baik ketika dalam perjalanan ke kantor ataupun berbelanja.

Orang yang membaca buku (tentu juga komik ataupun majalah) akan sangat mudah kita temui di bis-bis kota ataupun di kereta-kereta listrik.

Kedua, kita akan susah mendapatkan buku-buku berbahasa Inggris di toko-toko buku Jepang pada umumnya. Ini karena, para penerbit Jepang sangat memperhatikan penerjemahan buku-buku hasil karya penulis dari negara-negara lain.

Bahkan banyak kasus buku best seller yang diterbitkan di negara lain diterbitkan pula terjemahannya di Jepang dalam waktu yang hampir berbarengan, seperti buku Harry Potter yang ngetop di Amerika itu.

Ini tentu saja karunia bagi masyarakat Jepang khususnya para penggemar buku. Mereka bisa menikmati hasil karya penulis-penulis beken negara lain dalam bahasa mereka sendiri. Suatu karunia yang kita pikir hanya dipunyai oleh negara-negara berbahasa Inggris, seperti Amerika atau sebagian negara Eropa.

Hanya toko-toko besar tertentu (dan biasanya di daerah perkotaan) yang menyediakan buku-buku impor berbahasa Inggris dan bukan terjemahannya. diambil dari (duniaperpustakaan.com)

kodim-gowa_20160810_205407-660x330

Kodim 1409 Gowa Launching Program Perpustakaan Keliling.

Dunia Perpustakaan | Jajaran Kodim 1409 Gowa melaunching program Perpustakaan Keliling dihalaman Makodim, Jl Sultan Hasanuddin, Rabu [8/16].

Perpustakaan keliling yang merupakan program Pangdam VII Wirabunana, yakni menggunakan sepeda motor dengan gandengan kiri kanan motor yang berisikan buku.

Dandim Gowa, Letkol Inf Willy Brodus, mengatakan perpustakaan keliling ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat khusunya kepada anak-anak dengan meningkatkan minat untuk membaca buku.

Dikutip dari tribunmakassar, [10/08/16]. “Program Kodam VII Wirabuana ini di laksanakan oleh seluluh jajaran Kodim yang ada di sulsel, termasuk Kodim 1409 Gowa. Dimana program ini juga bersinergi dengan program pendidikan gratis yang ada di Kabupaten Gowa,” katanya usai melepas Kendaraan Perpustakaan keliling.

Selanjutnya dua motor yang berubah fungsi jadi perpustakaan akan berangkat berkeliling secara mobile ke beberapa daerah di dataran tinggi, seperti di Kecamatan, Biringbulu, Tompobulu, Parigi, dan Manuju untuk mengunjungi masyarakat khususnya anak-anak yang berada pada daerah yang sulit jangkau.

Willy juga mengatakan akan mengupayakan menambah menjadi delapan unit, sehingga di setiap Koramil yang ada memiliki kendaraan Perpustakaan keliling.

Adapun jenis buku yakni buku panduan dan buku belajar untuk kalangan anak-anak, dimana buku tersebut berasal dari Pemda Gowa dan partisipasi masyarakat.

Willy berharap hadirnya kendaraan perpustakaan keliling ini selain bersinergi dengan program pendidikan gratis di Gowa, hal ini juga dapat meningkatkan hubungan TNI dengan masyarakat, dimana Babinsa sebagai pembina di masyarakat.